Seseorang yang mencintaimu, tidak akan pernah
meninggalkanmu. Karena walaupun ada 100 alasan untuk menyerah, dia akan
menemukan 1 alasan untuk bertahan. Namun seseorang yang benar-benar mencintaimu
dengan tulus, tidak butuh satupun alasan untuk bertahan. – NN
Aku pernah membaca sebuah tulisan yang berisi “Setidaknya
ada 5 orang yang rela mati demi kamu”.
Aku mencerna kalimat ini. Jadi, siapa saja 5 orang itu?
Kalimat di atas merupakan kalimat yang rancu. Tidak ada
kepastian. Namun, sempat aku berpikir, siapa lagi yang rela mati demi kita
selain orang tua? Ibu Bapak. Mama Papa. Mom Dad. Bunda Ayah. Ummi Abi. Eomma
Abouji. Apapun panggilannya, mereka adalah orang-orang yang rela mati demi
kita, anaknya, walau keadaan dia sendiripun susah.
Setiap bulan, atau bahkan setiap hari, kamu pasti diberi
uang saku oleh Ayah (aku disini menyebut Ibu Ayah). Tetapi, apa kamu tau apa saja yangterjadi
sebelum Ayah mendapatkan uang itu?
Mungkin, Ayah dibentak-bentak di kantor oleh
bosnya, disuruh kerja lembur. Mengapa Ayah tetap lembur ketika weekend?
Jawabannya, pasti untuk keluarga.
Mungkin, Ayah menerima pekerjaan menjadi tambang minyak di
laut lepas. Jauh dari kamu, jauh dari daratan, jauh dari keluarga. Bertemu
hanya 3 bulan sekali, atau mungkin lebih. Itupun dengan izin cuti yang lumayan
rumit. Mengapa Ayah menerima pekerjaan itu? Jawabbnya, pasti untuk keluarga.
Mungkin Ayah belum mendapat pekerjaan yang laik. Dia sering
berganti-ganti pekerjaan. Apapun yang bisa dikerjakan, ia kerjakan. Kamu mungkin
tidak tahu, Ayah tidur di gudang pabrik kecil yang kumuh. Beliau takut pulang
jika tak membawa nafkah untuk keluarga. Mengapa Ayah rela tidur di tempat
kumuh? Jawabannya, pasti untuk keluarga.
Setiap hari, Ayah dan Ibu mendoakan yang terbaik, untuk
kamu, saudara-saudaramu, atas nama keluarga. Ayah rela bantinh tulang mencari
nafkah. Ibu rela menahan sakit ketika melahirkan kamu, mereka juga yang sayang
kamu, apapun kondisinya.
Kamu yang pesek, kamu yang berkulit hitam, kamu yang
berpostur pendek, kamu yang cadel, kamu yang judes, kamu yang selalu menunda
apa yang mereka suruh, kamu yang malas, apapun kondisi fisik dan jiwamu. Mereka
tetap mencintai kamu. Tanpa syarat. Uncoditioanlly love.
Beruntunglah kalian yang masih mempunyai orangtua lengkap.
Ada malaikat yang menjaga dan melindungi, ada pula malaikat yang mengasihi
dengan lemah lembut. Peluk mereka selama bisa bertatap fisik. Doakan mereka
ditempatkan di deretan orang baik, para pejuang dan orang pengasih.
“Cinta tanpa syarat? Emang ada?” tanya kak Satria di suatu
sore. Kota Malang sedang dilanda hawa dingin. Angin yang berhembus lumayan
kencang, membuat orang-orang harus memakai jaket sedikit tebal.
Kami berada di suatu kafe kecil di area Stasiun Kota Baru
Malang. Kafe ini luas dengan meja dan kursi kayunya. Aku dan kak Satria duduk
di dekat meja kasir.
Aku tidak langsung menjawab pertanyaan kak Satria. Aku
meminum sedikit tee tarik hangat yang sedari tadi kuaduk.
“Ada. Seperti halnya cintaTuhan dan orangtua. Really
unconditionally.” Aku menyeruput the lagi.
“Itu sudah absolut. Maksudku, cinta dengan yang lain?”
Aku mengaduk the, lagi. Sedikit berpikir. Mataku mengarah ke
perempatan, tepat di depan pintu masuk kafe ini. Sepeda motor dan mobil
pengunjung terparkir di pinggir-pinggir jalan.
“Ada.”
“Seperti apa?”
Aku menarik nafas panjang. “Seperti ceritaku.”
“Maksud kamu?”
“Aku sangat menyukai teh. Entah itu teh asli Lawang, Bogor,
teh hijau jepang, teh tarik Malaysia, atau teh celup rumahan. I love about them
all. Tapi, kamu tahu, kak? Ketika telah aku meminum mereka, I mean, teh-teh
itu, aku merasakan ada sesuatu yang aneh di dalam perutku. Seperti aku ingin
segera ke kamar mandi untuk…. Ya, you know it lah. Ini bukan keracunan atau
badanku yang tidak tawar terhadap teh, aku sudah periksa ke dokter. He said
that, ini adalah reaksi pertahanan diri dari sistem pencernaanku. It’s okay.
Tidak menjalar kemana-mana.”
“Lalu?”
“…meski aku tahu resiko dan akibatnya dari mengkonsumsi teh,
aku tetap mencintai mereka. Unconditionally…” aku akhiri kalimatku dengan
tertawa.
“Dasar upil! Sudah tau seperti itu, masih aja minum teh!”
“Biarin, toh reaksinya berlangsung besok pagi. Ketika memang
rutin ‘itu’ untuk dikeluarkan.”
“Alasan! Ada ajaaa kalimat pembelanya…”
Seperti itulah, afternoon talk dengan kak Satria, ketika dia
sedang istirahat dari pembuatan film.
**
Ada 5 orang yang akan rela demi aku
1.
Ayah
2.
Ibu
3.
Adikku
4.
Sahabatku
5.
Apa kamu masuk daftar kelima, kak?