Empat hari berlalu, kak
Satria sudah diperbolehkan pulang oleh Dokter. Selama 4 hari pula aku dan
Fahri. Aku shift malam, sedangkan dia shift pagi. Begitu seterusnya sampai hari
inipun tiba.
Aku tengah melipat
beberapa pakaian kak Satria selama di Rumah Sakit. Fahri sedang mengurus
administrasi, sedangkan kak Satria… Oh iya? Kemana tuh orang? Ah, mungkin lagi
di kamar mandi.
Hari itu, gak biasanya
aku menguncir rambutku. Biasanya, aku selalu membiarkan rambut sebahuku jatuh
tanpa ada aksesoris kepala apapun. Well, aku Cuma lagi ingin aja menguncir
rambutku.
Tiba-tiba, kak Satria
menggelitikku dari belakang. Sontak aku terkejut dan tertawa, geli sekaligus
sakit. Entah, antara digelitik dan dijiwit. Badanku yang lebih pendek jauh dari
kak Satria dengan mudahnya terangkat oleh lengannya yang terlingkar di
pinggangku.
“Gitu ya?
Mentang-mentang uda sembuh, bisanya ngejailin aku!” Aku mendongak, menatap
lekat-lekat wajah kak Satria. 180cm. Mata belok. Kumis tipis. Kulit sawo matang
ala ala pemuda asli Jawa.
Aku jadi teringat lagu
dari Taylor Swift – Sweeter Than Fiction
There you’ll stand, ten feet tall
I will say I knew it all along
Your eyes wider than distance
This life is sweeter than fiction
“Uuuuh, cemberut hehe.”
Seperti biasa, kak Satria memencet hidungku.
Tanpa menghiraukannya,
aku berbalik badan dan melanjutkan membersihkan apa yang perlu dibersihkan dan
dibereskan.
Kak Satria mendekatiku
dan ikut membantu membereskan barang-barang.
“Trimakasih ya?”
“Buat apa?”
“Selama ini.”
“Iya, itulah gunanya
sahabat.”
“…”
Hening.
Apa aku salah ucap?
Menurutku sih, enggak.
Kan emang kita sahabat. Iya, sahabat.
“Rambut kamu…,” kak
Satria memecah keheningan. Dia mulai iseng lagi dengan menyentil kuncir
rambutku.
“Lagi ingin aja. Eh
jangan sentuh, nguncirnya susah tau!”
“Begini aja susah? Kamu
cewek apa bukan sih?”
Aku menoleh ke kanan,
tepat kak Satria berada.
“Ngeselin deh,” aku
mencoba memukulnya. Entah sakit apa enggak, entah dianggap kekerasan apa
enggak, tapi emang hari ini dia ngeselin banget.
Tanpa berkata, kak
Satria memegang lengan kananku, dan melingkarkan ke pingganya. Alhasil, kita
berpelukan.
Kepalaku, tepat berada
di dadanya. Dagunya kak Satria, tepaat berada di kepalaku.
“Dasar bawel,” ucap kak
Satria.
Oke, kak. Kamu bisa banget bikin aku mati salting
seperti ini.
Aromanya, detak
jantungnya, deru nafasnya, membuat aku tak sadar menikmatinya.
Kak Satria melepas
pelukannya dan menatapku, “Tapi gak enak ah, masa iya aku cuma memeluk kepala.
Dasar pendek. Haha.”
“I’m not short. You’re
just a tall!!!”
Aku sedikit berteriak.
“Eh, nenek lampir gak
perlu pakai teriak deh!” Kak Satria membungkam tanganku.
Dan detik itu, Fahri
masuk kamar.
“Apaan sih ribut?”,
katanya datar. “Buruan turun. Kalo gak segera keluar, kena biaya lagi,
hitungannya uda semalam.”
“Lo kata kita di
hotel?”, timpuk kak Satria.
Garing.
“Nice joke, dude,”
ucapku datar.
Fahri membawa tas
tangan yang berisi pakaian kak Satria. Aku membawa sisa-sisa makanan dan roti
dari hasil para visitors yang datang menjenguk.
“Makan mulu! Kapan
gendutnya?”
“Kapan-kapan,” ucapku
asal.
Kita menuruni tangga,
karena kamar kak Satria berada di lantai 2. Sia-sia jika naik lift juga.
**
Fahri ingin menjaga kak
Satria dan menyuruhku untuk istirahat. Memang selama shift, aku mengambil jatah
selalu lebih dari 12 jam. Tidak sesuai dengan hasil kesepatakan.
“Udahlah. Aku aja yang
jagain, dia kakakku satu-satunya. Kamu istirahat aja di rumah, tapi kalo kamu
juga pengen masakin makanan buat kita, yah datang aja ke apartmennya kakak.
Itupun kalo kamu bisa masak.”
Nih adik sama kakak sama-sama ngeselinnya deh.
Dan pertemuan kita
berakhir di depan rumahku. Kak Satria dan Fahri langsung kembali setelah
mengantar aku pulang.
Bahagia yang sederhana.
Sederhana sekali.
Obrolan. Pelukan.
Keisengan. Ketawa. Dan aromanya.
Setidaknya, malam
ini aku tidur dengan nyenyak.
Just stay like this,
kak.
Yang suka menjiwit pipi
dan hidungku.
Yang suka narik-narik
rambutku.
Yang suka gelitikin aku
sampai aku menangis.
Yang suka mencibir aku
tidak bisa masak.
Dan, yang suka ngeledek
aku pendek.
For your note, kak.
Terkadang yang pendek gini selalu ngangenin. Hehe.
#30daysWritingChallenge